Pada penutupan perdagangan Rabu (9/7/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan kinerja impresif dengan kenaikan sebesar 39,53 poin atau 0,57%, mengakhiri perdagangan di level 6.943,92. Penguatan ini memperpanjang tren positif IHSG selama tiga hari berturut-turut, menandakan momentum kenaikan yang kuat di pasar domestik. Total nilai transaksi harian mencapai Rp 10,49 triliun, melibatkan 26,20 miliar saham dalam 1,06 juta transaksi, dengan rincian 362 saham menguat, 205 melemah, dan 226 stagnan.
Di tengah kegembiraan kenaikan IHSG, terjadi fenomena menarik di mana investor asing justru terpantau melakukan aksi jual bersih yang substansial. Total penjualan bersih investor asing mencapai Rp367,14 miliar di seluruh pasar, dengan sebagian besar (Rp382,95 miliar) terkonsentrasi di pasar reguler. Namun, ada sedikit pembelian bersih sebesar Rp15,80 miliar di pasar negosiasi dan tunai. Kondisi ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan antara investor domestik dan asing terhadap valuasi serta prospek saham-saham tertentu.
Beberapa saham yang menjadi target utama penjualan oleh investor asing meliputi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dengan nilai penjualan mencapai Rp245,04 miliar dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) senilai Rp194,88 miliar. Selain itu, saham-saham seperti PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) senilai Rp39,36 miliar, PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS) dengan Rp34,37 miliar, PT Metro Healthcare Indonesia Tbk. (CARE) senilai Rp26,60 miliar, dan PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) sebesar Rp25,71 miliar juga dilepas. Saham-saham lain yang turut menjadi sasaran penjualan asing adalah PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) senilai Rp25,18 miliar, PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) senilai Rp22,07 miliar, PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) senilai Rp20,94 miliar, dan PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) senilai Rp19,56 miliar.
Pergerakan pasar modal yang dinamis mencerminkan berbagai faktor, baik domestik maupun global, yang memengaruhi keputusan investasi. Meskipun investor asing melakukan penjualan bersih, penguatan IHSG menunjukkan ketahanan pasar domestik yang didukung oleh sentimen positif dari investor lokal. Kejadian ini mengingatkan kita bahwa keberagaman strategi investasi adalah hal yang wajar dalam sebuah pasar yang sehat, dan setiap keputusan investasi harus didasari pada analisis yang mendalam serta pemahaman akan risiko yang ada. Dengan demikian, pasar modal terus menjadi barometer penting bagi pertumbuhan ekonomi, memberikan peluang bagi semua pihak untuk berpartisipasi dan berkontribusi pada kemajuan bersama.
Pada awal perdagangan Kamis, 10 Juli 2025, pasar saham Indonesia mengalami momen yang menggembirakan. Saham-saham sektor perbankan, baik dari kategori bank besar maupun menengah, secara serentak menunjukkan penguatan yang substansial. Ini mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ke posisi positif, mencerminkan optimisme investor terhadap kondisi pasar.
\nPada pagi yang cerah, 10 Juli 2025, di bursa efek Jakarta, para pelaku pasar menyaksikan lonjakan mengejutkan pada nilai saham-saham perbankan. Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) memimpin penguatan dengan kenaikan 3% yang mengesankan, mencapai level 3.790. Tak ketinggalan, saham Bank Mandiri (BMRI) ikut melonjak 1,9% menjadi 4.800, sementara Bank Negara Indonesia (BBNI) menguat 1,8% ke level 4.070. Kenaikan ini tidak hanya terbatas pada bank-bank berkapitalisasi besar. Saham-saham bank menengah seperti Bank Tabungan Negara (BBTN) juga mencatat kenaikan 3,2% ke 1.135, Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) naik 1,9% ke 2.180, dan Bank Syariah Indonesia (BRIS) menguat 1,5% ke 2.650.
\nPenguatan signifikan pada sektor perbankan ini beriringan dengan pergerakan positif IHSG secara keseluruhan. Hingga pukul 09.37 WIB, IHSG berhasil naik 0,82%, menembus kembali level psikologis penting 7.000. Volume transaksi pun terbilang ramai, dengan 313 saham mengalami kenaikan, 181 saham melemah, dan 475 saham stagnan. Nilai transaksi mencapai Rp 3,1 triliun, melibatkan 4,26 miliar saham dalam 337,2 ribu kali transaksi, yang berhasil mendorong kapitalisasi pasar menjadi Rp 12,34 triliun.
\nDi tengah euforia pasar domestik, perhatian juga tertuju pada dinamika pasar global. Pasar saham Asia-Pasifik pada hari yang sama menunjukkan pergerakan bervariasi. Hal ini dipicu oleh pengumuman Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengenai tarif baru sebesar 50% atas impor dari Brasil, efektif mulai 1 Agustus, sebagai respons terhadap apa yang ia sebut sebagai hubungan dagang yang tidak adil. Keputusan ini juga disebut-sebut sebagai balasan atas proses hukum yang sedang berlangsung terhadap mantan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro.
\nIndeks saham di beberapa negara Asia menunjukkan respons beragam. Indeks Nikkei 225 Jepang dan Topix masing-masing turun 0,45% dan 0,54%. Namun, di Korea Selatan, indeks Kospi justru menguat 0,24% dan Kosdaq naik 0,44%. Sementara itu, indeks acuan Australia S&P/ASX 200 tercatat naik 0,51%.
\nMelihat performa IHSG hari ini, para analis memperkirakan penguatan akan terus berlanjut. Aktivitas transaksi saham-saham IPO yang masih tinggi diperkirakan menjadi salah satu pendorong utama penguatan IHSG sepanjang pekan ini. Selain itu, data penjualan ritel di Indonesia yang menunjukkan tren positif mengindikasikan adanya perbaikan daya beli masyarakat, terutama untuk kebutuhan pokok, yang turut memberikan sentimen positif bagi pasar keuangan. Meskipun demikian, para investor juga perlu mencermati hasil rapat FOMC Minutes dan perkembangan negosiasi dagang global. Menguatnya Wall Street pada perdagangan sebelumnya diharapkan dapat menjadi sentimen positif tambahan bagi pasar saham hari ini.
\nPeristiwa ini memberikan pelajaran penting tentang bagaimana berbagai faktor, baik domestik maupun internasional, dapat secara simultan memengaruhi pergerakan pasar. Lonjakan saham perbankan menunjukkan kepercayaan investor terhadap fundamental ekonomi Indonesia, didukung oleh data penjualan ritel yang membaik. Namun, ketidakpastian geopolitik, seperti kebijakan tarif dagang, tetap menjadi variabel yang harus diperhitungkan. Bagi para investor, ini adalah pengingat bahwa diversifikasi dan pemantauan berita secara cermat adalah kunci untuk navigasi yang sukses di pasar yang dinamis ini.
Pembukaan pasar saham Asia-Pasifik pada hari Kamis menunjukkan fluktuasi yang mencerminkan ketidakpastian investor. Hal ini dipicu oleh pengumuman mengejutkan dari mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengenai peningkatan tarif impor terhadap produk-produk dari Brasil. Kenaikan drastis tarif ini menjadi 50% dari sebelumnya 10% menandakan adanya perubahan signifikan dalam lanskap perdagangan global.
Pada Kamis, 10 Juli 2025, pasar modal di kawasan Asia-Pasifik menunjukkan pola perdagangan yang beragam. Keputusan Donald Trump untuk memberlakukan tarif sebesar 50% pada impor dari Brasil, yang akan berlaku mulai 1 Agustus, telah menjadi sorotan utama. Trump menyatakan bahwa langkah ini diambil sebagai balasan atas apa yang ia sebut sebagai 'hubungan dagang yang sangat tidak adil' antara AS dan Brasil, sekaligus sebagai tanggapan terhadap masalah hukum yang melibatkan mantan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro.
Dampak langsung dari kebijakan ini terlihat pada pergerakan indeks saham regional. Di Jepang, Indeks Nikkei 225 mengalami penurunan sebesar 0,45%, sementara indeks Topix juga melemah sebesar 0,54%. Sebaliknya, pasar Korea Selatan menunjukkan kinerja positif, dengan indeks Kospi menguat sebesar 0,24% dan indeks Kosdaq yang fokus pada saham berkapitalisasi kecil naik 0,44%. Di Australia, indeks acuan S&P/ASX 200 juga mencatat kenaikan sebesar 0,51%, menunjukkan adanya divergensi dalam reaksi pasar di berbagai negara Asia.
Pengumuman tarif baru oleh tokoh sekelas Donald Trump sekali lagi mengingatkan kita akan sensitivitas pasar global terhadap dinamika politik dan kebijakan perdagangan internasional. Keputusan ini menunjukkan bahwa ekonomi dunia saling terhubung, di mana satu tindakan politik di satu negara dapat memicu gelombang riak di seluruh benua. Bagi investor dan pengamat pasar, peristiwa ini menekankan pentingnya untuk selalu memantau tidak hanya data ekonomi makro, tetapi juga perkembangan geopolitik yang dapat secara fundamental mengubah sentimen dan arah pasar. Ke depan, kita dapat mengantisipasi bahwa ketidakpastian seputar kebijakan perdagangan global akan terus menjadi faktor kunci yang mempengaruhi keputusan investasi.